BOGOR - Para budayawan etnis Sunda sebenarnya "terbelah dua", yang satu pro-Islam (aqidah dan syariah Islam) dan yang satu lagi masih terbawa alam pikiran nenek moyang "pro-Animisme" (sunda Wiwitan, yang masih senang keris pusaka dan wangsit-wangsit Siliwangi). Ini rialitas sosial-budaya yang ada di tengah masyarakat kita, harus kita akui dan hormati, apalagi kita memahami tipologi manusia Jawa dari hasil studi antroplog Clifford Geerz bahwa manusia Indonesia itu ada yang "santri, abangan dan priyayi" Jawa.
Walaupun rialitasnya demikian, di era millenial telah bermunculan pertarungan, benturan peradaban-budaya dan ideologi saat ini untuk menjadi hegemoni, dan masih berkembangnya biak "islampobia". Makanya, salah satu yang harus kita lakukan dan perhitungkan di era pasca reformasi adalah bangkitnya budaya China dengan CGM-Imleknya di tanah air Indonesia saat ini (baca pemberitaan HU Kompas, Senin, 6 Pebruari 2023 halaman depan, berjudul "Cap Go Meh 2023: Semarak Keberagaman di Seantero Negeri"). Hal ini pertanda budaya luar (Impor dari dataran Tiongkok dangan simbol budaya Barongsai dan Liong, serta To Pe Kongnya) akan dipaksakan menjadi budaya Nusantara-NKRI.
Dalam perspektif sejarah kebangsaan Indonesia menurut saya yang saya tahu, dari para sejarawan ini adalah sesat dan menyesatkan. InsyaAllah saya AA akan tetap berjuang dan selalu beropini bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ini adalah warisan (dayeuh) para ulama dan santri yang sangat toleran dan mau mengalah dalam keberagaman (pluralisme) dengan mencoret 7 (tujuh) kata dalam Pembukaan UUD 1945 demi persatuan bangsa, akan tetapi mereka tetap konsisten, teguh berpendirian (istiqomah) dalam berimtaq yakni pada sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, tiada Tuhan selain Allah (Tauhiddullah). Lebih jauh pemahaman konstitusi bernegara bahwa Kemerdekaan RI itu atas Rahmat Allah SWT, sehingga lahirlah perlawanan dan pertempuran, berperang melawan penjajah kafir, muncul semangat jihat fisabillillah. Begitu antara lain, uraian ustadz Amir dalam acara FGD "Bincang-Bincang Peduli Bogor", tempo hari.
Jadi kesadaran sejarah kebangsaan Indonesia harus kita jelaskan ke publik, agar anak cucu kita jangan sampai berbuat musrik keluar dari agama Islam dan di NKRI menjadi warga etnis Melayu Islam pribumi, strata sosial kelas 3 (yang dicap Belanda kaum inlander) doeloe zaman penjajahan kolonial Hindia-Belanda, jangan lagi kembali, sedang warga timur asing China dan Arab kelas sosial nomor 2, dan kaum "Londo" Hindia Belanda, kulit putih (yang konon beragama Kristen Protestan, baca buku Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia), mereka warga kelas satu.
Gejala sosial untuk kembali ke dunia mistik, animisme yang bertentangan dgn tauhidullah semakin tampak, kita harus waspada. Makanya untuk kasus Cap Go Meh (CGM) yang dikemas dalan Bogor Street Festival (BSF) yang didukung "allout" Pemkot dan dipasok APBD Kota Bogor, saya kritik lewat tulisan saya "Kembalikan Bogor sebagai Dayeuh Para Ulama".
Artikel ini, banyak mengundang reaksi "pro vs kontra" terhadap isi tulisan saya itu. Akan tetapi, alhamdulillah saya ucapkan, mendapat pro, dukungan dan apresiasi lebih banyak (diatas 90 %), dan sedikit sekali yang menentang dan "memaki-maki" saya, astaghfirullah. Subhanallah, soal perbedaan pandangan dan sikap bagi saya AA sudah lumrah, dan saya sudah siap mental menghadapinya, juga ada yang mereka yang pro, saya berucap "alhamdulillah" dan jika ada yang kontra, saya berkata "astaghfirullah" etc
Menurut saya hal sangat mungkin terjadi, ada yang sikapnya yang "pro dan kontra". Barang tentu kita sudah sangat paham latarbelakang sosiologis dan antropologis mereka sehingga terjadi polarisasi sikap merespon perayaan imlek berbalut budaya Nusantara dgn semboyan "unity in diversity" seperti yang saya ungkapkan diatas.
Mereka yang kontra, mengungkapkan dengan bahasa agak "kasar" saya kira, kita cukup paham dan kita bersabar saja, tak perlu merespon berlebihan. Agama Islam mengajarkan toleransi "La kum dinukum waliadin", kita diajarkan "saling menghormati" dengan cara beribadah masing-masing saja. Ibaratnya jangan sampai "segelas teh dan segelas kopi", kita paksakan bercampur adukan, demi jargon toleransi dan kerukunan beragama, bukan begitu.
Menurut saya hal pro-kontra itu terjadi, itu persoalan hidayah, petunjuk datangnya dari Allah SWT, diluar jangkauan saya dan kita sebagai manusia biasa. Kita hanya menyampaikan dan memperingatkan sesuatu tentang perbuatan musrik saja kepada umat Islam Indonesia yg notabene beragama Islam, agar memahami CGM perayaan 15 hari setelah Imlek tsb, adalah bertentangan dengan firman2 Allah SWT dalam Al Quran, sebagaimana dijelaskan ulama besar dan ahli tafsir Al Quran bpk Prof.KH.Prof.Didin Hafidhuddin (Wantim.MUI Pusat dan Direktur SPS UIKA Bogor), ulama panutan kami di Bogor.
Dalam artikel saya tersebut, saya hanya meminta kejelasan kepada kaum budayawan Sunda di Bogor antara lain kang Rd Ace Sumanta, apakah budaya Sunda pro Islam atau pro-Imlek-Konghucu-Tao po Kong ? Selanjutnya saya mendorong dan mengusulkan para seniman-budayawan muslim Bogor membuat kreasi pagelaran seni-budaya Islam, seperti Festival Budaya Istiqlal yang pernah ada di Jakarta, yang menjadi pilihan (opsi, atau alternatif) tonton hiburan tahunan yang bisa dinikmati warga muslim Bogor, yang juga didukung APBD Kota Bogor, kemudian kawasan Arab pertigaan Empang Bogor, daerah perdagangan dan wisata rohani Islam (ziarah) yang kondisinya kumuh (slum area) wajib ditata lingkungan dengan indah dan menarik, seperti kawasan Pecinan Surken Kota Bogor yang aduhai. Ini harus dikerjakan umaroh, demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Umaroh tidak boleh diskriminatif dalam merumuskan dan memutuskan public policy, apalagi kegiatannya didanai APBD, uang rakyat.
Alhamdulillah, oleh Drs.Rd Ace Sumanta, budayawan muslim yang produktif berkarya, sudah beliau jelaskan dalam perspektif sejarah bahwa budaya Sunda terakhir di sekitar abad ke 13 sudah raja-raja Pajajaran - Siliwangi, etnis Sunda menganut Dinnulislam, narasi itu beliau ungkapkan di acara focus group discussion (FGD) "Bincang-Bincang Peduli Bogor", Sabtu tanggal 4 Pebruari 2023 di Mal BTW Jln.Veteran Kota Bogor, kebetulan saya diundang dan hadir. Alhamdulillah, saya sungguh senang, dimana semua nara sumber FGD tersebut, kontennya sejalan dengan pesan artikel saya, yang telah viral lk seminggu yang di media sosial.
Dalam forum FGD tersebut Ustadz Yus, juga menjelaskan bahwa Bogor ini adalah dayeuh para ulama. Banyak para ulama besar dan berpengaruh dengan karya-karya bukunya (host) bermukim dan penduduk Bogor dan sekitarnya. Bahkan pengaruh pemikiran keagamaan mereka para ulama Bogor sampai, hingga ke negeri-negeri Timur Tengah, termasuk Turky-Usmani.
Ustadz Yus menyebutkan beberapa ulama besar seperti almukarrom alm KH Falak di Pagentongan, alm KH Sogiri di tanah baru, alm KH.Muchtar di Sukaraja, alm KH.Abdullah bin Nuh di kota Paris Bogor, alm.KH Ahmad Sanusi di Gunung Puyuh Sukabumi.(barusan mendapat Pahlawan Nasional dari Pemerintah), mantunya alm KH.Sholeh Iskandar, ulama Bogor multi talenta kata Wali kota Bogor bpk Dr Bima Arya Sugiarto dalam sambutannya yang cerdas pada Semnas "Mengusulkan KH Sholeh Iskandar menjadi Pahlawan Nasional (Pahnas), awal Pebruari 2023 yang baru lalu di kampus UIKA Bogor.
Jujur kita berkata, kita akui begitu banyak karya kepahlawanan ajengan Soleh Iskandar sebagai Komandan Brigadir O Siliwangi, sukses mengusir penjajah, daerah bertempurnya di kawasan Banten, terutama daerah Lw Liang dan sekitarnya, salah seorang pendiri Legiun Veteran RI, dan kemudian mengisi kemerdekaan RI dengan kerja keras dan ikhlas dan lahirlah berbagai karya kemanusiaannya yang monumental sangat bermanfaat buat kita anak cucunya, baik di bidang keagamaan-dakwah Islamiyah, pendidikan, kesehatan, ekonomi syariah, produk halal, pendayagunaan dana zakat, dan maupun bidang sosial budaya Islamiyah lainnya.
Alm KH Soleh Iskandar kini, kita sedang perjuangkan untuk menjadi Pahlawan Nasional melalui TP2GD Kota Bogor, dibentuk bpk Walikota Bogor Dr.Bima Arya, dimana saya duduk salah seorang anggotanya bersama Drs.Rd Ace Sumanta, Dr.Arif Bahrudin (sekretaris TP2PG), Dr.Ending Badruddin, Dr.Muh Yunus, Dr.Asep, Dr.Muhyar, Prof Dr.Endin Mujahidin (Rektor UIKA Bgr sebagai Wakil Ketua), sedangkan Ketuanya Bpk Asda 2 Pemkot Bogor, dan lain-lain.
Mohon doanya masyarakat Bogor, agar alm.KH Soleh Iskandar ulama besar, salah seorang pendiri ICMI Orwilsus Bogor dan Ketua Wanhatnya yang periode pertama, pendiri UIKA Bogor-Ponpes Darul Falah-RS Islam Bogor-BPRS Amanah Ummah-BKSPP Indonesia dll, insyaAllah dalam waktu tidak terlalu diangkat Pemerintah RI menjadi Pahlawan Nasional, mengikuti jejak para sahabatnya Alm KH Ahmad Sanusi, Ustadz tokoh besar Islam Dr.Muhammad Natsir (Ketum Masyumi, PM RI, tokoh bangsa yang sangat terkenal dengan maha karyanya "mosi integral Natsir": konsep NKRInya) dan banyak lagi para ulama besar yg lain. Hal ini membuktikan, salah satu fakta bahwa Bogor itu merupakan dayeuh para ulama tidak terbantahkan. Para ahli sejarah harus berani dan jujur mengungkapkan hal ini dalam berbagai tulisan agar anak cucu kita, generasi penerus millenial tahu tentang sejarah NKRI yang sebenarnya. Sesungguhnya begitu besar jasa kepahlawanan para ulama, karena mereka berjuang, berperang di medan tempur karena pekikan Allahu Akbar (Tauhidullah), Laillah haillallah, tiada Tuhan selain Allah.
Kita harus ingat, jangan melupakan jasa kepahlawanan, heroik bung Tomo, dengan pekikan Allahu Akbarnya pada pertempuran, perang melumpuhkan penjajah yang zholim, Jenderal Malabay dkk di Surabaya pada tgl 10 November 1945 atas fatwa spirit jihad ulama. besar-kiyai langitan Syech KH.Hasyim As'ari, pendiri ormas Islam NU, para ustadz dan santri memanggul senjata bambu runcing seadanya, ketika itu.
Kemudian ingat juga kepahlawan Jenderal Panglima Besar Sudirman, guru dan kader ormas Islam Muhammadyah, ikut bertempur, bergeriliyah mempertahankan ibu kota negara Republik Indonesia, Yogyakarta, yang ingin kembali dikuasai penjajah Belanda/KNIL Itu hanya sekekumit narasi sejarah kebangsaan Indonesia, yang tidak boleh kita lupakan.
Menurut saya AA narasi sejarah perjuangan para ulama tersebut harus dan wajib kita opinikan dan didesiminasikan secara jelas dan tegas di lingkungan masyarakat luas (public) dalam upaya membendung dan atau menangkal arus sekularisme, liberalisme dan ateisme (komunisme), yang kini kian marak dan gencar gerakan "islamicpobia", yang mengaburkan dan menggoyahkan kultur (mindset) tauhidullah kita dengan mencampur adukan kepercayaan dan keyakinan kita diluar Allah SWT spt kemusrikan CGM-imlek ini yang mengecohkan dan cukup menyesatkan aqidah umat Islam, dll.
Demikian narasi singkat guna mempertegas apa yang menjadi latar belakang pro-kontra mengenai tulisan saya tersebut. Semoga Allah SWT melindungi dan menolong hamba-hambaNya yang selalu beriman, bertaqwa dan gemar berbuat kebajikan, serta beramal makruf nahi mungkar, Aamiin-3 YRA.
Save NKRI, save aqidah umat Islam Indonesia dari kemusrikan dan wajib kaum.muslimin hindari dan cegah. Syukron barakallah.
Sampurasun...
Penulis : Dr.Ir.H.Apendi Arsyad.MSi (Pendiri-Ketua Wanhat ICMI Orwil Khusus Bogor, Wasek Wankar ICMI Pusat; Pendiri-Dosen Senior (Assosiat Profesor) Universitas Djuanda Bogor kampus "Bertauhid"; Konsultan K/L negara, Pegiat dan Pengamat Sosial, al pernah menjadi Ketua Dewan Pendidikan Kota Bogor 2013-2019)